- Back to Home »
- Tahukah Kamu »
- Cerita Muallaf : Professor Masuk Islam Karena Mumi Fir'aun
Posted by : Unknown
3 Februari 2013
Professor
Maurice Bucaille adalah seorang dokter ahli bedah terkemuka di dunia
yang berasal dari Prancis. Ia mempunyai cerita yang sangat menakjubkan.
Ia menjelaskan sebab musabab dirinya meninggalkan agama Katolik yang
telah dianutnya bertahun-tahun, kemudian menyatakan dirinya memeluk
agama Islam.
Setelah menyelesaikan study setingkat
SMA-nya, ia menetapkan untuk mengambil jurusan kedokteran pada sebuah
univertsitas di Prancis. Ia termasuk salah satu dari mahasiswa yang
berprestasi hingga akhir tahun, karena kecerdasan dan keahlian yang
dimilikinya, dia kemudian menjadi seorang dokter terkemuka di Prancis.
Prancis adalah negara yang terkenal
sangat menjaga dan mementingkan barang-barang peninggalan kuno
dibandingkan dengan negara yang lainnya, terutama pada masa kepemimpinan
Fransu Metron tahun 1981.
Pada tahun itu, Prancis meminta ijin
kepada Mesir agar mereka diberikan kesempatan untuk memeriksa dan
meneliti mumi Fir’aunnya yang terkenal. Sebuah mumi yang tak asing
dikalangan orang-orang Islam. Fir’aun ini adalah orang yang
ditenggelamkan Allah dilaut merah, tatkala melakukan pengejaran terhadap
nabi Musa Alaihissalam.
Permintaan Prancis ditanggapi oleh Mesir
dengan mengizinkan Prancis untuk mengadakan penelitian. Mumi Fir’aun
dipindahkan dengan menggunakan pesawat terbang. Setibanya di Prancis,
kedatangan mumi tersebut disambut oleh Persiden Franso Metron beserta
para menterinya seolah-olah dia masih hidup.
Mumi tersebut kemudian dipindahkan ke
pusat barang-barang kuno milik Prancis untuk diserahkan kepada para
ilmuwan dan dokter bedah, supaya mereka dapat mempelajari rahasia yang
terkandung dari mumi tersebut, dan Profesor Professor Maurice Bucaille
bertindak sebagai ketua tim penelitian.
Semua tim peneliti bertugas untuk
meneliti, memperbaiki tulang-tulang yang sudah rusak dan anggota tubuh
yang lainnya. Berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Professor Maurice
Bucaille, ia justru menyelidiki tentang rahasia kematian Fir’aun.
Pada suatu malam, ia memperoleh hasil
penelitiannya; bahwa terdapat bekas garam yang menempel pada mayat mumi,
sehingga dapat ia jadikan sebuah bukti yang nyata bahwa Fir’aun mati
karena tenggelam dan mayatnya dapat di selamatkan, kemudian diawetkan
pada saat kejadian.
Dari hasil penelitiannya, timbul beberapa
pertanyaan yang susah untuk ia dapatkan jawabannya yaitu bagaimana
mayat Fir’aun dapat diselamatkan, dan anggota tubuhnya masih tetap utuh,
sedangkan kondisi mayat-mayat yang lainnya setelah diawetkan tidak
seperti dirinya?
Namun sebelum ia selesai membuat
kesimpulan, salah seorang temannya berbisik kepadanya dengan berkata:
“Jangan terburu-buru seperti itu, karena orang-orang Islam telah
mengetahui tentang hal ini.”
Mendengar pernyataan dari temannya itu,
ia menolak keras atas pernyataan tersebut. Ia berkata: “Penemuan seperti
ini tidak mungkin dilakukan kecuali ada dukungan sains dan teknologi
canggih”.
Salah seorang temannya yang lain
menanggapinya seraya berkata: “Al-Qur’an merekalah yang telah
menceritakan kematiannya dan bagaimana jasadnya di selamatkan dari
tenggelam.” Mendengar penjelasan temannya itu, Bakay kebingungan dan
bertanya-tanya bagaimana hal ini bisa terjadi?
Sedangkan mumi ini sendiri baru ditemukan
pada tahun 1898 atau kurang lebih baru dua ratus tahun yang lalu,
sedangkan Al-Qur’an mereka sudah ada semenjak lebih dari seribu empat
ratus tahun…!!!
Bagaimana akal manusia dapat
mengetahuinya, padahal semua manusia -bukan hanya orang-orang Arab-
belum ada yang mampu mengetahui bagaimana peradaban orang-orang Mesir di
masa lampau dan bagaimana caranya mereka mengawetkan mayat, kecuali
pada masa sepuluh tahun yang lalu?
Maurice duduk termenung di dekat mumi
Fir’aun tersebut sambil memikirkan tentang bisikan yang telah ia dengar
dari temannya; bahwasanya Al-Qur’an telah menceritakan kejadian itu,
padahal kitab sucinya hanya menceritakan tentang tenggelamnya Fir’aun
akan tetapi di dalamnya tidak di jelaskan tentang keadaannya sesudah
tenggelam. Ia pun bergumam dalam kesendiriannya:
“Masuk akalkah bahwa jasad yang ada di
depanku ini adalah Fir’aun Mesir yang telah mengusir Nabi Musa? Benarkah
kalau Nabinya orang muslim yang bernama Muhammad itu sudah mengetahui
tentang hal ini sejak 1400 tahun yang silam?
Berbagai pertanyaan yang belum sempat
terjawab, membuat Professor Maurice tidak dapat tidur disetiap malam. Ia
kemudian mengambil Kitab Taurat dan membacanya, sampai pada sebuah
kalimat yang mengatakan: “Kemudian air itupun kembali pada keadaan sedia
kala, kemudian air laut itupun menenggelamkan perahu-perahu beserta
Fir’aun dan bala tentaranya, hingga tidak tersisa satupun diantara
mereka.”
Setelah menyelesaikan penelitian dan
perbaikan, maka mumi tersebut kemudian di kembalikan ke Mesir dengan
menggunakan peti yang terbuat dari kaca nan elok, karena menurutnya itu
lebih pantas untuk orang yang berkedudukan seperti Fir’aun. Akan tetapi
Bakay masih dalam kondisi belum puas dengan berita yang di dengarnya,
bahwa orang-orang Islam telah mengetahui keselamatan mumi ini. Ia pun
lalu berkemas untuk berkunjung ke Saudi Arabia guna menghadiri seminar
kedokteran yang akan dihadiri para pakar bedah muslim.
Dalam pidatonya, Professor Maurice
memulai pembicaraan tentang hasil penyelidikannya bahwa jasad Fir’aun
dapat diselamatkan setelah tenggelam, kemudian salah seorang diantara
pakar muslim berdiri dan membuka serta membacakan mushaf pada Surat
Yunus Ayat 92 yang artinya: “Pada hari ini kami selamatkan badanmu
supaya kamu dapat dijadikan pelajaran bagi orang-orang sesudahmu dan
sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan
kami.”
Professor Maurice Bucaille terheran-heran
dengan penjelasan yang baru saja ia dengar, ia lalu beranjak dari
tempat duduknya dan dengan suara lantang ia berkata: “Pada hari ini; aku
menyatakan diri untuk memeluk agama Islam dan aku mengimani Al-Qur’an
ini”.
Setelah selesai seminar Professor Maurice
Bucaille lalu kembali ke Prancis dengan wajah yang berbeda dari wajah
sebelum ia datang menghadiri seminar. Selama sepuluh tahun ia tidak
mempunyai pekerjaan yang lain, selain mempelajari tentang sejauh mana
keserasian dan kesinambungan Al-Qur’an dengan sains, serta perbedaan
yang bertolak belakang dengannya. Namun apa yang ia dapati selalu
berakhir sebagaimana Firman Allah Subhanahu wa ta’ala: Yang tidak
datang kepadanya (Al Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari
belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha
Terpuji.” (Fushshilat: 42)
Dari hasil penyelidikan yang
bertahun-tahun, ia kemudian menulis sebuah buku tentang kesinambungan
Al-Quran dengan sains yang mampu mengguncangkan Eropa. Sehingga ketika
para pakar- pakar dan para ilmuwan barat berusaha untuk mendebatnya,
mereka tidak kuasa …